PANCORAN SOLAS
TAMAN BEJI PALUH
Kucuran Mata Air di Taman Beji Paluh sejak lama dipercaya berkhasiat untuk penyembuhan berbagai macam penyakit Non Medis yang tak asing bagi masyarakat Bali”
Demikian juga untuk penyembuhan penyakit medis pada Mata dan Kulit
Mohon diyakini sesuai dengan Tujuan Pemedek
PANCORAN LIMA
Pada awalnya kucuran mata air di Taman Beji Paluh adalah lima aliran (Pancoran Lima) Tirta Sudamala, yang mana penduduk lokal mempergunakannya untuk Pengelukatan atau ‘Pembersihan Diri” dari segala unsur Dasamala termasuk dalam usaha penyembuhan penyakit Medis seperti penyakit mata dan kulit, dan penyakit Non Medis yang dikenal luas di kalangan masyarakat di Bali
PANCORAN SOLAS
Dalam perkembangannya dengan bantuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Badung, dibangunlah kemudian Pancoran Solas dari sumber air yang sama, untuk memberikan kesempatan dan kemudahan pada masyarakat yang lebih luas untuk melakukan Pengelukatan memohon kerahayuan (berkat) kepada Dewa Wisnu
TATA CARA MELUKAT
SARANA MELUKAT
Daksina pejati terutama bagi mereka yang pertama kali melukat.
Pejati yg dibawa hendaknya berisi pisang/biu kayu, berisi bunga tunjung warna bebas.
Sarana muspa menggunakan kwangen
Pakaian yg di pakai nangkil yaitu pakaian adat bali, dimana pada saat melukat boleh hanya memakai kain kamen dan disarankan untuk tidak memakai perhiasan.
Tempat menyimpan pakaian dan barang2 bawaan tersedia di dekat area pengelukatan.
TATA CARA MELUKAT
Melakukan persembahyangan matur piuning di pelinggih Ratu Nini.
Usai sembahyang, kwangen yang ada uang kepengnya dibawa kelokasi melukat pertama di Pancoran Lima, dan berikutnya di Pancoran Solas.
Kwangen di letakan di depan jidat atau ubun ubun seperti sikap muspa, lalu membasahi kepala dan ubun ubun, setelah kepala basah lepas kewangan agar hanyut bersama air.
Setelah selesai melukat, pemedek dapat berganti dengan pakaian sembahyang yang bersih dan kering, lalu melakukan persembahyangan di Pura Taman Beji Paluh.
SEKILAS SEJARAH TAMAN BEJI PALUH
Taman Beji Paluh terletak di Banjar Dauh Peken, Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi Badung.
Didapat cerita dari generasi ke generasi yang diceritakan kembali oleh pemangku, pengempon pura dan para pengelingsir, konon pada jaman dahulu kala, air yang mengucur di Taman Beji Paluh adalah merupakan sungai yang mengaliri sungai Tukad Yeh Penet dan Bebengan.
Namun dikarenakan subak Desa Kapal memerlukan aliran air untuk mengaliri persawahan di Desa Kapal, maka masyarakat mencoba untuk mengarahkan aliran Mata Air dari Desa Penarungan ke Desa Kapal, yang dimulai dari Banjar Abing - yang sekarang dikenal sebagai Banjar Dauh Peken – dengan cara dibuatkan urugan (sebagai pembatas) untuk mengarahkan aliran air.
Namun ternyata, usaha tersebut tidaklah mudah karena urugan yang dibuat tersebut selalu jebol. Diceritakan kemudian, konon akibat hal tersebut ada salah satu anggota masyarakat secara tidak sengaja berihtiar memohon pada penguasa alam bahwa barang siapa yang datang paling akhir akan dipakai pekelem (tumbal) agar usaha yang dilakukan dapar berhasil.
Dan Hal tersebut akhirnya benar – benar terjadi. Seseorang yang datang paling akhir - yang dikenal seorang Pangliman (Petugas pengatur air) - terjatuh dan meninggal dunia saat berjalan di pinggir urukan sungai. Sejak saat itu akhirnya urugan yang dibuat tidak pernah lagi mengalami masalah hingga saat ini.
Bekas jebolan urugan sungai tersebut membuat permukaan tanah menjadi tidak rata atau “mepaluh-paluh” hingga kemudian tempat bekas urugan tersebut dikenal sebagai TAMAN BEJI PALUH hingga saat ini.